Melahirkan Pendidikan yang Demokratis dari Rahim Ibukota

             Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesauan Republik Indonesia menempati posisi sentral bagi segala aspek pemerintahan...


             Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesauan Republik Indonesia menempati posisi sentral bagi segala aspek pemerintahan yang dalam perkembangannya dewasa ini menjadi panutan sekaligus tolak ukur bagi kemajuan banyak daerah khususnya provinsi lain yang tersebar dari sabang sampai marauke sehingga implementasi dari program-program unggulan yang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sepatutnya dilaksanakan dengan sebaik mungkin agar dapat menjadi cerminan kemajuan bangsa dalam lingkup kecil.

            Seorang Gubernur, disamping berkedudukan sebagai kepala daerah Provinsi, juga berkedudukan sebagai kepala pemerintah pusat di daerah dalam pengertian untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah pada strata pemerintahan kabupaten dan kota. Artinya, Gubernur berkedudukan sebagai wakil kepala wilayah administratif. Maka atas dasar kedudukan yang diemban oleh Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta, dapat dipahami bahwa hal tersebut menuntut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan rekrutasi Sumber Daya Manusia yang berkualitas sebagai salah satu upaya peningkatan program unggulan yang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
            Bercermin pada negara-negara maju di dunia, nyatanya pendidikan tetap menjadi hal yang dinomorsatukan oleh banyak negara. Dengan adanya biaya pendidikan gratis seperti dalam bentuk Kartu Jakarta Pintar kiranya sangat membantu merealisasikan wajib belajar 9 tahun khususnya bagi masyarakat yang kurang mampu dari segi finansial. Namun, biaya gratis saja belum cukup untuk menunjang proses belajar mengajar bagi siswa. Untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang berkualitas, dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai serta tenaga pendidik yang tak kalah berkualitas pula.
            Dalam sebuah buku asal Jepang karya Tetsuko Kuroyanagi yang berjudul Totto-Chan: Gadis Cilik di Jendela (berdasarkan kisah nyata sang penulis), menceritakan tentang seorang anak kelas 1 SD yang memiliki rasa ingin tahu besar dengan segala bentuk perilaku dari rasa ingin tahunya tersebut harus dikeluarkan dari sekolah formal akibat guru-gurunya tidak dapat menghadapi perilaku Totto-Chan di kelas. Ia akhirnya dipindahkan oleh orangtuanya ke sekolah Tomoe—sekolah dengan gerbong kereta sebagai kelasnya. Anak-anak di sekolah Tomoe yang rata-rata per kelas hanya diisi oleh 10 murid, dibebaskan untuk belajar apapun yang mereka suka, mulai dari berjalan-jalan, membaca buku di perpustakaan, bahasa asing, melakukan eksperimen fisika, berkemah, olahraga, berenang bersama, menyanyi, menari, bertani dan mereka diminta untuk membawa bekal yang berasal dari pegunungan dan dari laut setiap hari sehingga selain kualitas makanan yang lebih terjamin, anak-anak akan belajar apa saja makanan yang berasal dari pegunungan dan apa yang berasal dari laut. Sekolah ini cukup unik namun pada bagian epilog, kita akan dibuat merinding ketika membaca kisah hidup murid-murid sekolah Tomoe yang semuanya sukses dalam kehidupan dan karir.
            Buku ini mengajarkan bahwa dengan minimnya murid dalam satu kelas akan membuat proses belajar mengajar menjadi lebih efektif. Kebebasan yang diberikan dan rasa hormat yang dilakukan oleh guru terhadap murid juga menjadikan murid-murid lebih percaya diri dalam mengekspresikan segala bentuk kreativitasnya. Masa pertumbuhan anak di sekolah harus ditunjang dengan praktik demokrasi sejak dini. Dalam pengertian, sekolah menjadi wadah bagi para murid untuk mengapresiasikan kehendak mereka serta untuk mengenalkan segala bidang ilmu pengetahuan untuk menarik minat dan bakat siswa yang sesungguhnya. ‘Belajar tanpa menyukainya hanya mengotori memori dan tak akan berbekas di dalamnya’, begitulah yang dikatakan Leonardo da Vinci. Memang tugas seorang pendidik untuk sekaligus menjadi pemantik rasa suka dan rasa ingin tahu seorang anak terhadap ilmu pengetahuan. Maka perlu untuk menyusun strategi pembelajaran khusus bagi anak terutama bagi murid SD, karena pada jenjang pendidikan SD, seorang anak dengan mudah menyerap segala informasi dan didikan yang ia terima yang mana berpengaruh bagi tumbuh kembang anak di masa mendatang.
            Menurut Albert Einstein, ‘setiap anak itu jenius, tetapi jika kita menilai seekor ikan dari kemampuannya memanjat pohon, seumur hidup dia akan menganggap dirinya bodoh’. Begitulah potret yang membudaya di sebagian kalangan pendidik. Tidak sedikit dari mereka yang menerapkan persamaan kemampuan yang dimiliki anak. Adat dan kebiasaan dalam dunia pendidikan formal yang sudah melekat pada masyarakat memang sulit untuk dilepaskan. Apalagi kebiasaan tersebut telah menjadi tradisi yang lahir dari sistem pendidikan itu sendiri. Namun bukan berarti modernisasi sistem pendidikan sesuai perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan hasil komparasi dengan negara maju tidak mungkin terjadi.
            Dengan anggaran pendidikan pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mencapai angka lebih dari 15 Triliun rupiah, sangat membuka kesempatan bagi banyak program yang dapat meningkatkan efektifitas pendidikan bagi warga Jakarta, seperti pelatihan bagi guru-guru untuk menambah kemampuan melatih kreativitas siswa dan mengembalikan pemahaman tentang makna dari pendidikan dan peran pendidik itu sendiri, penyediaan sarana prasarana yang disesuaikan dengan kualitas dan kuantitas siswa dalam suatu ruang kelas, serta terus melakukan pembaharuan sistem pendidikan melalui studi historis maupun komparatif dengan negara-negara maju utamanya di bidang pendidikan seperti Jepang, Finlandia, Korea Selatan, Tiongkok dan sebagainya.

You Might Also Like

0 komentar

Flickr Images