View
Setia pada Tangan Telanjang
18.43.00
Di zaman yang makin canggih ini, orang-orang tak perlu kepayahan lagi menyelesaikan tugas dan kebutuhan hariannya. Selama ada sarana yang dibutuhkan, semua menjadi mudah dan cepat selesai. Sementara kian hari, teknologi secara pesat menerobos lapisan peradaban dunia. Dan aku, terkagum-kagum dengan adanya teknologi bernama mesin cuci.
Mesin
cuci berbeda dengan Televisi. Walaupun sama-sama teknologi, jelas fungsi
keduanya berbeda. Ah, maksudku begini. Televisi, dimiliki manusia untuk mendapatkan
infomasi baik berupa berita maupun hiburan. Tapi bukan berarti dengan kehadiran
Televisi di atas buffet ruang keluarga atau di satu sisi ruang tidur menjadikan
pemiliknya tidak lagi menonton lakon di pentas teater bukan? Mestinya mereka
juga akan membaca portal berita online di internet, membuka sosial media, mendengarkan
radio mungkin, atau bercengkrama dan bercanda tawa dengan tetangga. Informasi
dan hiburan bisa didapatkan di mana-mana. Mesin
cuci memilih membersihkan kain saja. Berdiri tanpa saingan.
Setelah
muncul mesin cuci, muncul mesin-mesin lainnya. Mesin cuci piring, mesin lipat
baju sampai pesawat tanpa awak (drone) kecil-kecilan. Bagus sih, mengurangi
jumlah PRT. Karena aku tidak terlalu senang dengan kehadiran PRT/OB/OG apalagi
kalau diperlakukan dengan kurang manusiawi, jujur tidak tega. Aku lebih senang
menjadikan mereka temanÂÂÂÂ. Bukan teman sesama asisten, melainkan sebagai manusia
yang duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. Yang bisa diajak curhat and do
things together. Lagi pula kalau sudah keenakan punya asisten, jadi serba
malas kan?
Saat
aku kecil, kami (aku dan keluargaku) pernah punya PRT dan sering berganti-ganti
PRT karena tidak cocok dan lain-lain. Cerita tentang PRT ini aku tidak ingat
sama sekali karena masih telalu kecil saat itu. My mom told me. Aku berganti-ganti pengasuh karena Ibu bekerja dan
tidak sempat urus rumah dan anak-anak. Tapi sejak aku SD hingga sekarang tidak
pernah ada PRT di dalam rumah. Semua pekerjaan rumah dikerjakan oleh penghuni
rumah terutama Ibuku.
Ibuku
seorang wanita karir sekaligus IRT. Beliau bekerja sejak pukul 8 pagi hingga 4 sore
setiap hari Senin sampai Jumat. Pagi-pagi sekali beliau akan berbelanja ke
pasar dan sebelum pukul setengah 8 pagi, sebelum berangkat ke kantor, dapat aku
pastikan menu sarapan sudah berjejer di atas meja makan. Dan makananpun selalu
bervariasi sampai aku tidak bosan-bosan.
Sepulangnya
dari kantor, sesegera mungkin ia menyapu, membereskan rumah, membaca berita dan
banyak hal lagi. Seringkali beliau membagikan cerita yang dibawanya dari kantor
atau ajakan diskusi tentang isu politik teranyar. Dan hei! Dia bercerita sambil
menyiapkan makan malam di dapur!
Disaat
orang lain berlomba-lomba hidup dalam kemewahan, kenyamanan dan hidup serba
praktis, disaat itulah aku mendapat kemewahan dan kenyamanan dari kesederhanaan
Ibuku yang pekerja keras dan multi talent.
Ah, aku lupa lagi. Dia juga seorang business
woman. Di mana dengan uang gaji bulanannya saja, beliau sanggup membeli
tiket PP ke Jepang dan jalan-jalan seminggu di sana. Sudah kuperhitungkan
jikalau beliau ingin berangkat ke sana tanpa bawa anak dan suami. Atau lebih
jauh lagi. Itupun kalau tak ingat keluarga.
Walaupun
terkadang beliau mengeluh sakit kepala, pusing, atau kembung karena haid tidak
lancar. Sementara aku tak henti-henti memaksanya untuk minum air putih yang
banyak. Tapi ini aku anggap wajar sebagai penyakit orang tua atau mungkin
wanita yang akan menopause. Lalu
beliau akan kembali bersemangat keesokan harinya.
Rutinitas
hariannya itu seringkali membuatku tercengang sampai-sampai aku harus memohon
Tuhan agar diberi skill semacam itu.
Aku memohon agar diberikan kekuatan untuk mandiri seperti Ibuku. Oh bukan,
bukan cuma mandiri, tapi juga penyabar, pantang menyerah, solutif, penyayang,
pekerja keras dan menaruh percaya pada kebebasan anak-anaknya.
Omong-omong,
ada mesin cuci di rumahku. Tapi kami tetap mencuci pakaian secara manual. Dan
Ibuku, tidak percaya pada mesin cuci melainkan setia pada tangan telanjang.
0 komentar